Jumat, 31 Agustus 2018

Banaspati (orang kp.Pengrango menyebutnya Hantu Colok)



Saya  tinggal di daerah ujung pulau jawa paling barat, bernama Banten. saya tinggal di kp.pengrango Desa lambangsari, kec. Bojonegara.
Di daerah tempat saya tinggal, banaspati di kenal dengan nama "Colok". Ketika saya kecil dulu, penampakan banaspati, bola api yang melayang-layang di udara, sudah tidak asing lagi buat kami. sudah jadi makanan sehari-hari. alias sudah sering melihat dan menyaksikannya.
Saya lahir di tahun 90-an. waktu saya berumur sekitar 10tahun. saya suka mencari jangkrik, binatang yang suka dijadikan ajang permainan aduan. Saya dan teman2 biasanya mencari jangkrik atau di daerah saya menyebutnya "ngobor jangkrik". Jangkrik yang kita dapatkan biasanya di jadikan jagoan untuk aduan dan jika dapatnya terlalu banyak bisa juga untuk dijual. Hasil dari jual jangkrik tersebut biasanya cuma buat jajan2 biasa saja karna tidak seberapa hasilnya, karna memang cuma iseng saja. Nah biasanya ketika kami sedang mencari jangkrik di malam hari, sering sekali melihat penampakan hantu "colok" atau orang2 menyebutnya banaspati. Bagi saya sendiri penampakan seperti itu sudah terlalu mainstream. tidaklah menakutkan. Malah setiap malam saya sering melihatnya. bahkan pernah bola api tersebut berputar-putar dengan jarak kira2 dua meter diatas kepala. Kalau kejadiannya seperti itu memang agar risih juga, takut apinya kena kepala, dan paling hanya menghindar berlari kecil menjauhinya. jika bola api tersebut masih mengikuti, menghindar lagi sampai dia bosan sendiri mengikuti. saya dan teman2 melanjutkan lagi perburuan kita mencari jangkrik. walapun kadang ada beberapa teman2 yang sawan karna "colok" tersebut tidak berhenti2 mengikuti. dan akhirnya ada beberapa dari kami yang pulang menghentikan perburuan. Keesokan harinya pun begitu lagi dan lagi.
Intinya banaspati itu tidaklah menakutkan bagi kami. entah karna memang dulu kita masih kecil atau memang karna itu tidak berbahaya bagi kami. walaupun setelah dewasa ini saya sudah jarang sekali melihat penampakan seperti itu.
Sebenarnya dulu isu-isu mengerikan tentang penampakan tersebut sering kami dengar dari para orang tua. tapi karna kekonyolan kami dulu waktu kecil, kami menepis semua isu yang tidak sesuai dengan apa yang kami alami di lapangan.
Tapi ada kejadian yang paling menyebalkan bagi kami, yaitu fenomena jin jahil. Fenomena ini terjadi ditandai dengan tidak berfungsinnya alat-alat elektronik/listrik. senter tiba-tiba mati. atau benda apapun yang mempunyai energi listrik sebagai sumbernya akan mati atau berhenti berfungsi secara mendadak. alat-alat tersebut akan berfungsi kembali dengan normal setelah berada jauh dari lokasi tempat jin jahil itu berada. tempat atau lokasi jin jahil ini tidak menentu, kadang ada di pohon-pohon, sawah, atau di hutan dekat gunung. Radius yang di sebabkan oleh fenomena ini biasanya bisa mencapai jarak 100-200 meter. Tapi bagi kami fenomena seperti itu sudah sangat biasa. hanya sedikit menyebalkan saja jika lokasi kita sangat gelap tiba2 sumber cahaya yang kita bawa mati semuanya. apalagi kalau lagi musim hujan, bisa berlumuran lumpur kaki kita karna berjalan di kegelapan dan melihat jalan dengan samar-samar.
Okey, sekian dulu kisah mistis yang menurut saya sudah sangat mainstream saat kecil dulu. Hingga sekarang kejadian seperti itu sudah sangat jarang sekali saya alami, bahkan hampir tidak pernah lagi.

Lanjutkan membaca »

Rabu, 15 Februari 2017

ARTI SEBUAH KEHIDUPAN


Assalamualaikum wr. wb.

Tak terasa sudah hampir setengah abad saya tidak posting di blog kecil ini. Karna kesibukan mengurus ini itu, kerjaan, jalan - jalan ke luar kota yang gak jelas tujuan dan arahnya, sibuk silaturahmi sama temen - temen, dan masih banyak lagi deh pokoknya. Kalau mesti di ceritain mah panjang banget, ribuan series kayak buku harry potter.
(Bahasa lebay nya ahahaa).
Maklum pemuda yang belum punya tanggung jawab ya kayak begini kerjaan nya, sok sibuk sendiri (ohohoo, jadi curhat 😂).

Okedeh sekalian cerita saja, lagi pula saya memang mau nulis tentang pengalaman, sharing tentang sedikikit sesuatu yang saya tahu (etdah maksudnya apa?? Ahahaa).
Begini loh maksud saya, pengalaman dan apa yang saya tahu (walaupun cuman sedikit..) akan saya bagikan kepada kalian semua. (Nohh.. Masih kurang jelas? Udah jelas lah yah.. 😁, || Ah elah, emang gua bego kgak ngerti maksud lo!!, 😒 || Oke - oke, sabar bu sabar, tenang semuanya 🙌 #Dramatisir, ngomong apa sih? 😂)

Pengalaman seperti apa? Pengetahuan tentang apa?
Oke langsung saja kita simak, kuyy!!! 👇

  • KEHIDUPAN

Kita semua harus sadar, kalau kita hidup di dunia ini adalah perjalanan menuju pulang. Menempuh jalan yang berliku, bercabang, melingkar, jalan terjal, jalan datar, lurus, belok, hutan, jurang dan semak - semak, semuanya ada di depan kita.
Kalian pernah merasa sedih? Bergembira, Terharu, Galau, Merana, kecewa atau bahkan putus asa. Pernah merasa kalau dunia ini begitu keras? Kejam? Atau mengasyikan bagi yang menikmatinya. Kalian pasti punya cerita tersendiri atas itu semua.

Yah.. Begitulah kehidupan, terkadang memang tidak terlalu menyenangkan. Namun bagi yang sudah memahami, dia akan menikmati apa yang terjadi. Dan memang seharusnya begitu, dinikmati!!. 😊
Lantas mengapa kita harus memahami kehidupan? (Yoiyaa, kita kan hidup, kalo kita gak mau pahamin hidup, buat apa kita hidup, se-simpel itu toh). Saya pun belum paham betul arti dari kehidupan, ya sambil jalan saja. Menggerayangi ilmu syariat, belajar menerapkan tarekat Nya, dan belajar membenarkan apa yang benar sesuai hakikat Nya. Siapa tahu kita bisa dapat ma'rifat yang tidak ada lagi keraguan oleh Gusti Alloh. Tidak ada yang tahu. Sungguh Allah yang maha mengetahui lagi berkehendak.
Walaupun saya sendiri hanya orang awam yang masih jauh dari segala - galanya, tapi Insha Allah tidak akan berhenti untuk belajar. Semoga kita semua selalu diberi petunjukNya, Amiinnn. 😇


Pengertian Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat

Copas dari blog sebelah yah, karna saya belum pantas menjelaskan dan mengartikan menggunakan bahasa saya sendiri (sok ngeless kayak bajaj hehe...)


Bissmillahirrohmanirrohim...

Sebelum kami jelaskan tentang pengertian Syariat, Tarekat,
Hakekat dan Makrifat, marilah kita jelaskan kapan
datangnya istilah-istilah tersebut. Istilah tersebut sebenarnya
jaman Rasulullah tidak ada, istilah tsb muncul ke generasi
yang ke tiga dari Rasulullah saw, yaitu setelah Rasulullah
saw, Shahabat Nabi, Tabi'in, Itabi'in, setelah kegenerasi
ketiga itulah munculnya para Tasawuf pada Abad ke 11 (5 H)
Tasawuf dipakai setiap calon
Sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berada dalam
kehadiratnya tanpa dibatasi hijab.Bagaimana menurut syareat
Islam? Ahlus sunah Waljama'ah? Suatu cara mendekat diri
kepada Allah dengan istilah diatas dipersilahkan yang
terpenting sesuai dengan sumber hukum dalam Islam (Al-
Qur'an, Hadist) dan Syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Jadi para tasawuf, itu menyatukan lahir dan batin dalam
mengamalkan syariat itu bersungguh secara istiqomah dalam
mendekatkan diri kepada kepada Allah swt.
Pengertian Syariat
Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang
mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi
hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian
masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut
Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan
sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini.
Syariat yaitu segala aturan yang sudah ditentukan oleh Allah
swt, atau aturan yang sudah dilegalisasi oleh Rasulullah saw
yang berkenaan dalam soal Aqidah, masalah hukum baik
haram halal, syarat atau rukun dsb yang mengatur hubungan
manusia dengan penciptaNya atau Sesama Manusia.
Dalam Syariat aturan udah baku tidak dapat dirubah, tidak
seperti ilmu fikih dapat dirubah. Dalam ilmu Tasawuf syariat
adalah yang mengatur amal ibadat dan muamalat secara
lahir.
Dalam tingakat ini, membahas soal amalan hati atau batiniah
atau rohani yah disebut Tasawuf dan ilmu bagi amalan lahir,
dalam tingkat ini Syariat itu di ibaratkan suatu benih biji yang
akan kita tanam.
Pengertian Tarekat
Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan
yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang
bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara
praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan
batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk
menjadi orang bertaqwa.
Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
~ Tarekat wajib , yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain
dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap
muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun
Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat
pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh
Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah
s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib
yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib
lain antara lain adalah menutup aurat, makan makanan halal
dan lain sebagainya.
~ Tarekat sunat , yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan
mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk
membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja
orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah
sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini
adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket
tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk
diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket
tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman
tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut.
Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan
jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa
sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
Secara harfiah berarti jalan, metoda, cara, dalam lapangan
tasawuf istilah ini dipakai calon sufi adalah jalan yang
ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah yang sedekat-
dekatnya atau mendapat maqam yang mahmudah, jadi dalam
tingkatan ini ada maqam yang harus dikerjakan secara
istiqamah yaitu maqam taubat, zuhud, sabar, ridlo dsb.
Dalam tingkat ini adalah menghidupkan Syareat sebagai
amalan lahir atau amalan batin secara sungguh-sungguh dan
istiqamah dalam rangka mengnguatkan keimanan dalam hati.
Pada tingkat tarekat ini di ibaratkan menanam benih biji
(Syariat) tumbuh menjadi kecambah atau sebatang pokok
yang bercabang dan berdaun.
Pengertian Hakikat
Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai
Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada
yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu
diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah.
(Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat).
~ Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan
(Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan
aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang
gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian-
pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari
benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat
Karso).
~ Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan
yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah
disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya;
sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A,
M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola,
Surabaya).
~ Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang
berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu
yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.
Hakikat yang berarti kebenaran atau benar-benar ada, orang-
orang sufi menjadikan Allah sebagai sumber kebenaran, dan
meyakini seyakin-yakinya, tiada yang lebih indah kecuali
mencitai Allah swt dan mentaatinya. Hakekat ini akan di akan
dicapai seseorang setelah mencapai makrifat yang sebenar-
benarnya dalam tingatan ini benar-benar tiada tabir atau hijab
dengan Allah artinya sinyal kita benar nyambung kepada
Allah, sehingga ada diantara kita yang memiliki indra ke 6.
Dapat di ibaratkan buah , jadi yaitu biji benih (syariat) pada
tingkatan tharikat menjadi batang yang becabang, berdaun
jika pada tingkatan ini kita amalkan buah dari tharekat,
akhlak, bisa menahan nafsu, sabar, tawaduk kita akan
memperoleh buah (maqam mahmudah) jadi dengan Allah
tiada hijab atau tabir atau penghalang lagi.
Makrifat
Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti
mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan
dengan pengamalan Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini
berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai maqam dalam
Tasawuf.
Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa
Ulama Tasawuf; antara lain :
a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat
Ulama Tasawuf yang mengatakan : "Marifat adalah ketetapan
hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya
(Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya."
b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy
mengemukakan pendapat Abuth Thayyib As-Saamiriy yang
mengatakan: "Ma'rifat adalah hadirnya kebenaran Allah
(pada Shufi)...dalam keadaan hatinya selalu berhubungan
dengan Nur Ilahi..."
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman
bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan: "Ma'rifat
membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu
pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran).
Barangsiapa yang meningkat ma'rifatnya, maka meningkat
pula ketenangan (hatinya)." marifat arti secara umum adalah
yang dilakukan orang alim yang sesuai dengan maksud dan
tujuan ilmu sendiri.
Ma‘rifat menurut ahli fiqhi adalah ilmu. setiap ilmu itu
ma’rifat, ma‘rifat itu ilmu, setiap orang alim arif dan setiap
‘arif itu alim. Ma‘rifat menurut ahli shufi ialah rasa kesadaran
kepada Alloh akan sifat dan AsmaNYA.
Marifat menurut bahasa adalah menggetahui Allah SWT.
Marifat menurut istilah adalah sadar kepada Allah SWT, yakni
: hati menyadari bahwa segala menemukan, bergerak,
berdiam, berangan-angan, berfikir dan sebagainya semua
adalah Alloh SWT, yang menciptakan dan yang mengerakan.
Jadi semuanya dan segala sesuatu adalah Billah. Makrifat,
sebagai pengetahuan yang hakiki dan meyakinkan, menurut
al-Gazali, tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak
dicapai lewat penalaran rasional, tetapi lewat kemurnian
qalbu yang mendapat ilham atau limpahan nur dari Tuhan
sebagai pengalaman sufistik.
Di sini, tersingkap segala realitas yang tidak dapat ditangkap
oleh indera dan tidak terjangkau oleh akal (rasio). Teori
pengetahuan kasyfiy atau ‘irfaniy yang tidak menekankan
peran indera dan rasio dipandang telah ikut melemahkan
semangat seseorang untuk bergelimang dalam ilmu
pengetahuan dan filsafat. Orang lari dari dunia nyata yang
obyektif ke dunia gaib yang tidak dapat ditangkap oleh indera
dan nalar. Orang lebih mementingkan kebahagiaan diri sendiri
daripada kebahagiaan dan keselamatan umat manusia.
Karenanya, orang lebih tertarik pada sikap hidup isolatif
daripada sikap hidup partisipatif. Sikap hidup seperti ini
berakibat pada banyaknya persoalan kemanusiaan tidak
terurus yang sebenarnya menjadi tugas manusia.
Makrifat, menurut al-Gazali, ialah pengetahuan yang
meyakinkan, yang hakiki, yang dibangun di atas dasar
keyakinan yang sempurna (haqq al-yaqin). Ia tidak didapat
lewat pengalaman inderawi, juga tidak lewat penalaran
rasional, tetapi semata lewat kemurnian qalbu yang
mendapat ilham atau limpahan nur dari Tuhan sebagai
pengalaman kasyfiy atau ‘irfaniy.
Teori pengetahuan ala sufi ini dipandang telah ikut
melemahkan semangat seseorang untuk aktif dalam
kehidupan nyata secara seimbang antara tuntutan pribadi
dan sosial, antara jasmani dan ruhani.
Makrifat merupakan ilmu yang tidak menerima keraguan
( ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺬﻯ ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﺍﻟﺸﻚ ) yaitu ”pengetahuan” yang mantap
dan mapan, yang tak tergoyahkan oleh siapapun dan apapun,
karena ia adalah pengetahuan yang telah mencapai tingkat
haqq al-yaqin. Inilah ilmu yang meyakinkan, yang diungkapkan
oleh al-Gazali dengan rumusan sebagai berikut:
ﺍﻥ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﻨﻜﺸﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺍﻧﻜﺸﺎﻓﺎ ﻻ ﻳﺒﻘﻰ
ﻣﻌﻪ ﺭﻳﺐ ﻭﻻ ﻳﻘﺎﻻﻧﻪ ﺍﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻐﻠﻂ ﻭﺍﻟﻮﻫﻢ ﻭﻻ ﻳﺘﺴﻊ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺫﻟﻚ
“Sesungguhnya ilmu yang meyakinkan itu ialah ilmu di mana
yang menjadi obyek pengetahuan itu terbuka dengan jelas
sehingga tidak ada sedikit pun keraguan terhadapnya; dan
juga tidak mungkin salah satu keliru, serta tidak ada ruang di
qalbu untuk itu”.
Secara definitif, makrifat menurut al-Gazali ialah :
ﺍﻹﻃﻼﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺮﺍﺭ ﺍﻟﺮﺑﻮﺑﻴﺔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺘﺮﺗﺐ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻹﻟﻬﻴﺔ ﺍﻟﻤﺤﻴﻄﺔ
ﺑﻜﻞ ﺍﻟﻤﻮﺟﻮﺩﺍﺕ .
“Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya
hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada”.
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa obyek makrifat
dalam ajaran tasawuf al-Gazali tidak hanya terbatas pada
pengenalan tentang Tuhan, tetapi juga mencakup pengenalan
tentang segala hukum-hukum-Nya yang terdapat pada semua
makhluk. Lebih jauh, dapat pula diartikan bahwa orang yang
telah mencapai tingkat makrifat (al-‘arif) mampu mengenal
hukum-hukum Allah atau sunnah-Nya yang hanya tampak
pada orang-orang tertentu - para ’arifin. Karena itu, adanya
peristiwa-peristiwa “luar biasa”, seperti karamah, kasyf dan
lain-lain yang dialami oleh orang-orang sufi, sebenarnya,
tidaklah keluar dari sunnah Allah dalam arti yang luas, karena
mereka mampu menjangkau sunnah-Nya yang tak dapat
dilihat atau dijangkau oleh orang-orang biasa. Karena itu,
dapat dikatakan, bahwa obyek makrifat dalam pandangan al-
Gazali mencakup pengenalan terhadap hakikat dari segala
realitas yang ada. Meskipun demikian, pada kenyataannya, al-
Gazali lebih banyak membahas atau mengajarkan tentang
cara seseorang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan,
yang memang tujuan utama dari setiap ajaran sufi. Dengan
demikian, al-Gazali mendefinisikan makrifat dengan. ( ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺍﻟﻰ
ﻭﺟﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ) (memandang kepada wajah Allah ta’ala).
Perlu disadari, betapapun tingginya pengenalan (al-makrifat)
seseorang terhadap Allah, ia tidak akan mungkin dapat
mengenal-Nya dengan sempurna, sebab manusia itu bersifat
terbatas (finite), sedangkan Allah bersifat tak terbatas
(infinite). Makrifat dalam arti yang sesungguhnya, menurut
al-Gazali, tidak dapat dicapai lewat indera atau akal,
melainkan lewat nur yang diilhamkan Allah ke dalam qalbu.
Melalui pengalaman sufistik seperti inilah, didapat
pengetahuan dalam bentuk kasyf.
Dengan kata lain, makrifat bukanlah pengetahuan yang
dihasilkan lewat membaca, meneliti, atau merenung, tetapi ia
adalah apa yang disampaikan Tuhan kepada seseorang (sufi)
dalam pengalaman sufistik langsung.
Makrifat sebagai ilmu mukasyafah, kata al-Gazali, tidak bisa
dikomunikasikan kepada orang yang belum pernah
mengalaminya, atau belum mencapai tingkat kualifikasi yang
mampu mengerti pengalaman sufistik semacam itu. Setiap
pengalaman pribadi antara seorang sufi dengan Tuhannya,
jika diungkapkan dengan kata-kata, sudah dapat dipastikan
salah paham dari pendengar yang tak mampu melepaskan
ikatan duniawi. Paling-paling seorang sufi hanya mencoba
mengungkapkannya secara simbolik dan metaforik, karena
tidak ada bahasa yang dapat menuturkan secara tepat, tidak
ada ungkapan yang tidak mengandung penafsiran ganda.
Selain itu Al-Gazali juga sangat menentang orang yang tidak
peduli terhadap hukum-hukum syariah karena menganggap
telah mencapai tingkat tertinggi (wali) dan telah memperoleh
pengetahuan langsung dari sumbernya, yaitu Allah SWT.
berupa pengetahuan kasyfi, yang membawanya tidak terikat
lagi pada hukum-hukum taklifiy.
Kenyataan ini, menurut ‘Abd. al-¦alim Mahmd, adalah tindakan
bid’ah yang sangat menyesatkan, yang lahir dari orang-orang
yang sama sekali tidak mengerti agama (Islam), terutama
tentang hakikat tasawuf. Jika ada orang berkata, demikian
Ibnu Taimiyah, bahwa ia telah menerima pengetahuan
berdasarkan kasyf, tetapi bertentangan dengan sunnah Rasul,
maka kita wajib menolaknya. Menurut Ab al-A’la al-Mauddiy,
antara syariah dan tasawuf terdapat hubungan yang tidak
bisa dipisahkan. Jika syariah (fiqh) mengatur aspek lahir,
maka tasawuf berhubungan dengan aspek batin untuk
kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT. Salah satu
perbedaan lain antara ma’rifat dan jenis pengetahuan lain
adalah cara memperolehnya. Jenis pengetahuan biasa
diperoleh melalui usaha keras; belajar keras; merenung
keras; berpikir keras. Akan tetapi ma’rifat tidak bisa
sepenuhnya diusahakan manusia.
Pada tahap akhir semuanya bergantung pada kemurahan
Allah Swt. Manusia hanya bisa melakukan persiapan
(isti’dad) dengan cara membersihkan diri dari segala dosa
dan penyakit-penyakit hati atau akhlak tercela lainnya.
Adapun Tanda-Tanda bagi adanya ma'rifat adalah hidupnya
hati beserta Allah Ta'ala.
Ditulis oleh al-Ghazali, bahwasanya pernah terjadi dialog
antara Allah dan Nabi Daud A.S. dimana Daud ditanya oleh
Allah, "Adakah Engkau tahu apakah ma'rifat kepadaku ?",
Daud menjawab, "Tidak". Dijelakan oleh Allah, "Ia itu adalah
hidupnya hati dalam musyahadah (menyaksikan) kepadaku.
Ma'rifat hakiki terdapat dalam maqam ru'yat wa al--
musyahadah bi sirr al-qalb. Orang yang ma'rifat melihat
sekedar hanya untuk mengetahui. Karena ma'rifat yang hakiki
ada di dalam (bathin) iradah Allah. Allah, ketika ini, hanya
membuka sebagian hijab sehingga memungkinkan hambanya
untuk mengenali-Nya. Akan tetapi, Ia tidak membuka seluruh
hijab, agar yang melihat-Nya tidak terbakar. Tanda adanya
ma'rifat hakiki pada diri seseorang adalah jika di hatinya
telah tidak dijumpai tempat untuk lain selain Allah.
Ini erat kaitannya dengan apa yang dikatakan sebagian para
Ulama tentang hakikat ma'rifat bahwa hakikatnya adalah
menyaksikan (musyahadat) al-haqq dengan tanpa
perantaraan, tidak bisa digambarkan, dan tanpa ada
kesamaran. Potret dan contoh figur yang telah sampai pada
tingkatan ini, sebagaimana dicontohkan oleh al-Ghazali,
misalnya Ali bin Abi Thalib, Ja'far Shadiq. Ketika Ali ditanya
oleh seseorang, "Wahai Amir al-Mu'minin, apakah engkau
menyembah seseuatu yang engkau lihat atau sesuatu yang
tidak engkau lihat ?", Ali menjawab, "Tidak, bahkan aku
menyembah dzat yang aku lihat tidak dengan mata kepalaku,
tetapi dengan mata hatiku".
Demikian juga ketika Ja'far al-Shadiq R.A. ditanya "Apakah
engkau melihat Allah ?", ia menjawab, "Apakah aku
menyembah tuhan yang tidak bisa aku lihat". Lalu ia ditanya
lagi, "Bagaimana engkau dapat melihatnya pada-hal Ia
(Tuhan) adalah sesuatu yang tidak terjangkau oleh peng-
lihatan". Ja'far Shadiq menegaskan, "Mata tidak bisa melihat
Tuhan dengan penglihatannya, tetapi hati bisa melihat-Nya
dengan hakikat iman. Ia tidak mungkin dapat diindera oleh
pan-caindera dan dipersamakan dengan manusia.
Dalam pandangan al-Ghazali, rahasia serta "ruh" yang
terkandung dalam ma'rifat adalah tauhid, yaitu penyucian
sifat hayat 'ilmu, qudrat, iradat, sam', bashar, dan kalam Allah
dari penyerupaan.
Adapun sumber ma'rifat menurut al-Ghazali ada empat yaitu :
a. Pancaindera; Menurut al-Ghazali, pancaindera adalah
termasuk juga sumber ma'rifat. Akan tetapi bekerjanya hanya
dalam beberapa sumber, akan tetapi tidak dalam yang lain.
b. Akal; Sebagaimana pancaindera, akal juga adalah
merupakan salah satu sumber ma'rifat dalam beberapa
sumber. Tetapi sekali lagi, ditegaskan bahwa ia bukanlah
segala-galanya. Menganggap dan memberikan cakupan yang
luas bagi akal sebagai sumber ma'rifat dapat menyebabkan
penyepelean terhadap al-Qur'an sebagaiutama.
c. Wahyu; Menurut al-Ghazali, wahyu adalah sumber terbesar
bagi Ma'rifat. Wilayah cakupannya sangat luas, sesuai
dengan posisinya sebagai sumber pertama dan utama bagi
ajaran Islam.
d. Kasyf; yang dimaksud dengan kasyf oleh al-Ghazali adalah
cahaya yang dihunjamkan ke dalam hati hamba, sehingga
hati dapat melihat dan merasakan sesuatu dengan 'ain al-
yaqin. Kasyf adalah sumber kedua bagi ma'rifat yang terbesar
setelah wahyu.
Tingkatan ma'rifat, menurut al-Ghazali berjenjang sesuai
dengan tingkatan iman seseorang. Karena itu, tingkatan
ma'rifat dibagi menjadi tiga sesuai dengan tingkatan iman
seseorang. Tiga tingkatan tersebut yaitu :
a. Tingkatan pertama; imannya orang awam. Iman dalam
tingkatan ini adalah iman taqlid yang murni.
b. Tingkatan kedua; Imannya para ahli kalam. Mereka adalah
orang-orang yang mengaku ahli akal dan berpikir atau
mengaku sebagai tokoh penelitian dan istidlal.
c. Tingkatan ketiga; Imannya para 'arifin yaitu orang-orang
yang menyaksikan dengan 'ainul yaqin.
Berkaitan dengan jalan perolehan ma’rifat ini Imam Ibnu
‘Atha’illah As-Sakandari dalam al-Hikam menulis: “Apabila
Tuhan membukakan jalan bagimu untuk Ma’rifat, maka
jangan hiraukan amalmu yang masih sedikit itu, karena Allah
tidak membuka jalan tadi melainkan Dia (sendiri yang)
berkehendak memperkenalkan diri-Nya kepada kamu.
Tidakkah anda ketahui bahwa perkenalan itu adalah
pemberian Allah pada anda. Sedangkan amal-amal (yang
anda kerjakan) anda berikan amal-amal itu untuk Allah, dan
dimanakah fungsi pemberian anda kepada Allah apabila
dibandingkan pada apa yang didatangkan Allah atas anda ?”
Salah satu pendidikan yang dapat ditemukan dari laku
lampah Dunia Ruhani bahwa setiap penempuh jalan ruhani
dituntut agar melihat kecil apa yang datang dari hamba dan
betapa besar apa yang dikurniakan oleh Allah. Ruhani yang
terdidik seperti ini akan membentuk sikap beramal tanpa
melihat kepada amal itu sendiri, sebaliknya melihat amal itu
sebagai kurnia Allah yang wajib disyukuri.
Orang yang terdidik seperti ini tidak lagi membuat tuntutan
kepada Allah tetapi membuka hati nuraninya untuk menerima
hidayah dan taufik dari Allah. Orang yang hatinya suci bersih
akan menerima pancaran Sirr dan mata hatinya akan melihat
kepada hakikat bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Mulia,
Maha Suci dan Maha Tinggi. Ia tidak mungkin ditemui dan
dikenali kecuali jika Dia (sendiri yang) mau untuk ditemui dan
dikenali.
Tidak ada ilmu dan amal yang mampu menyampaikan
seseorang kepada Allah. Tidak ada jalan untuk mengenal
Allah. Allah hanya (dapat) dikenali apabila Dia
memperkenalkan ‘diri-Nya’. Penemuan kepada hakikat (bahwa
tidak ada jalan yang terluhur kepada gerbang makrifat)
merupakan puncak yang dapat dicapai oleh ilmu. Ilmu tidak
mampu berjalan lebih jauhdari itu. Apabila seseorang
mengetahui dan mengakui bahwa tidak ada jalan atau tangga
yang dapat mencapai Allah, maka seseorang itu tidak lagi
bersandar kepada ilmu dan amalnya, apa lagi kepada ilmu
dan amal orang lain.
Sampai disini seseorang tidak ada pilihan lagi melainkan
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ada orang yang
mengetuk pintu gerbang ma’rifat dengan doanya. Jika pintu
itu tidak terbuka maka semangatnya akan menurun hingga
membuatnya putus asa. Ada pula orang yang berpegang
dengan janji Allah bahwa Dia akan membuka jalan-Nya
kepada hamba-Nya yang berjuang pada jalan-Nya. Kuatlah
dia beramal dengan harapan dirinya layak untuk menerima
kurnia Allah sebagaimana janji-Nya. Dia menggunakan
kekuatan amalnya untuk mengetuk pintu gerbang makrifat.
Bila pintu tersebut tidak terbuka juga maka dia menjadi ragu-
ragu. Dalam perjalanan menggapai ma’rifat seseorang tidak
terlepas dari perasaan ragu, lemah semangat dan berputus
asa. Jika dia masih bersandar kepada sesuatu selain Allah
Swt, si hamba tidakada pilihan lain kecuali berserah kepada
Allah Swt. Ma’rifat menurut Drs Imron Rosadi MA, adalah
pengetahuan, dan dalam arti umum ialah ilmu atau
pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam kajian ilmu
tasawuf “Ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Inilah yang
dikemukakan Harun Nasution dalam Falsafat & Mistisisme
dalam Islam.
Lewat hati sanubariseorang sufi dapat melihat Tuhan. Dan
kondisi seperti itu (Ma’rifat) diungkapkan para sufi dengan
menyatakan “Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari
manusia terbuka, maka kepalanya akan tertutup dan ketika
itu yang dilihatnya hanya Allah SWT”.
Kondisi Ma’rifat dijelaskan dalam Ensiklopedi Islam (jilid tiga)
bahwa Ma’rifat merupakan cermin. Jika seorang sufi melihat
ke cermin, maka yang akan dilihatnya hanya Allah SWT.
Artiny bahwa yang dilihat orang Arif sewaktu tidur maupun
bangun hanya Allah SWT. Dengan ungkapan ini terlihat begitu
dekatnya seorang sufi dengan Tuhannya,
dan kondisi Ma’rifat ini mengisyaratkan bahwa Ma’rifat
adalah anugerah dari Tuhan. Tuhanlah yang berkenan
memberikan pengetahuan langsung dengan
mengenugerahkan kemampuan kepada orang yang
dikehendaki untuk menerima Ma’rifat. Ma’rifat merupakan
cahaya yang memancar ke dalam hati, menguasai yang ada
dalam diri manusia dengan sinarnya yang menyilaukan.
Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk materi, semua orang
yang melihat akan mati karena tak tahan melihat kecantikan
serta keindahannya, dan semua cahaya akan menjadi gelap di
samping cahaya keindahannya yang gilang gemilang.
Sufi pertama yang menonjolkan konsep Ma’rifat dalam
tasawufnya adalah ZUNNUN al-MISRI (Mesir, 180 H / 796 M
– 246 H / 860 M). Ia disebut “Zunnun” yang artinya “Yang
empunya ikan Nun”, karena pada suatu hari dalam
pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain ia
menumpang sebuah kapal saudagar kaya. Tiba-tiba saudagar
itu kehilangan sebuah permata yang sangat berharga dan
Zunnun dituduh sebagai pencurinya. Ia kemudian disiksa dan
dianiaya serta dipaksa untuk mengembalikan permata yang
dicurinya. Saat tersiksa dan teraniaya itu Zunnun
menengadahkan kepalanya ke langit sambil berseru: ”Ya
Allah, Engkaulah Yang Maha Tahu”. Pada waktu itu secara
tiba-tiba muncullah ribuan ekor ikan Nun besar ke permukaan
air mendekati kapal sambil membawa permata di mulut
masing-masing. Zunnun mengambil sebuah permata dan
menyerahkannya kepada saudagar tersebut.
Dalam pandangan umum Zunnun sering memperlihatkan sikap
dan perilaku yang aneh-aneh dan sulit dipahami masyarakat
umum. Karena itulah ia pernah dituduh melakukan Bid’ah
sehingga ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diadili di
hadapan Khalifah al-Mutawakkil (Khalifah Abbasiyah,
memerintah tahun 232 H / 847 M – 247 H / 861 M). Zunnun
dipenjara selama 40 hari. Selama di dalam penjara, saudara
perempuan Zunnun setiap hari mengirimkan sepotong roti,
namun setelah dibebaskan, di kamarnya masih didapati 40
potong roti yang masih utuh.
Dzunun Al-Mishriy yang mengatakan; alat untuk mencapat
ma'rifat ada 3 macam; yakni: Qalby (hati), Sirr (perasaan)
dan Ruh. Sedangkan tanda-tanda yang dimiliki oleh Shufi bila
sudah sampai kepada tingkatan ma'rifat, antara lain:
a. Selalu memancar cahaya ma'rifat padanya dalam segala
sikap dan perilakunya. Karena itu, sikap wara' selalu ada
pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang
berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang
nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu benar.
c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya,
karena hal itu bisa membawanya kepada perbuatan yang
haram.
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Shufi tidak
membutuhkan kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan
kehidupan yang hanya sekedar dapat menunjang kegiatan
ibadahnya kepada Allah SWT., sehingga Asy-Syekh
Muhammad bin Al-Fadhal mengatakan bahwa ma'rifat yang
dimiliki Shufi, cukup dapat memberikan kebahagiaan batin
padanya, karena merasa selalu bersama-sama dengan Tuhan-
nya.
Begitu rapatnya posisi hamba dengan Tuhan-nya ketika
mencapai tingkat ma'rifat, maka ada beberapa Ulama yang
melukiskannya sebagai
berikut:
a. Imam Rawiim mengatakan, Shufi yang sudah mencapai
tingkatan ma'rifat, bagaikan ia berada di muka cermin; bila ia
memandangnya, pasti ia melihat Allah di dalamnya. Ia tidak
akan melihat lagi dirinya dalam cermin, karena ia sudah larut
(hulul) dalam Tuhan-nya. Maka tiada lain yang dilihatnya
dalam cermin, kecuali hanya Allah SWT saja.
b. Al-Junaid Al-Bahdaadiy mengatakan, Shufi yang sudah
mencapai tingkatan ma'rifat, bagaikan sifat air dalam gelas,
yang selalu menyerupai warna gelasnya. Maksudnya, Shufi
yang sudah larut (hulul) dalam Tuhan-nya selalu menyerupai
sifat-sifat dan kehendak-Nya. Lalu dikatakannya lagi bahwa
seorang Shufi, selalu merasa menyesal dan tertimpa musibah
bila suatu ketika ingatannya kepada Allah terputusmeskipun
hanya sekejap mata saja.
c. Sahal bin Abdillah mengatakan, sebenarnya puncak
ma'rifat itu adalah keadaan yang diliputi rasa kekagumam
dan keheranan ketika Shufi bertatapan dengan Tuhan-nya,
sehingga keadaan itu membawa kepada kelupaan dirinya.
Keempat tahapan yang harus dilalui oleh Shufi ketika
menekuni ajaran Tasawuf, harus dilaluinya secara berurutan;
mulai dari Syariat, Tarekat, Hakikat dan Ma'rifat. Tidak
mungkin dapat ditempuh secara terbalik dan tidak pula
secara terputus-putus.Dengan cara menempuh tahapan
Tasawuf yang berurutan ini,seorang hamba tidak akan
mengalami kegagalan dan tidak pula mengalami kesesatan.
Menurut Abu Bakar al-Kalabazi (W. 380 H / 990 M) dalam al-
Ta’aruf li Mazahib Ahl at Tasawwuf (Pengenalan terhadap
mazhab-mazhab Ahli Tasawuf), Zunnun telah sampai pada
tingkat Ma’rifat yaitu maqam tertinggi dalam Tasawwuf
setelah menempuhj alan panjang melewati maqam-maqam:
Taubat, Zuhud, Faqir, Sabar, Tawakal, Ridha dan cinta atau
Mahabbah. Kalau Ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dengan
hati sanubari, maka Zunnun telah mencapainya. Maka, ketika
ditanya tentang bagaimana Ma’rifat itu diperoleh ia
menjawab : “Araftu rabbi bi rabbi walau la rabbi lama araftu
rabbi”. (Aku mengetahui Tuhanku karena Tuhanku, dan
sekiranya tidak karena Tuhanku, niscaya aku tidak akan
mengetahui Tuhanku). Kata-kata Zunnun ini sangat populer
dalam kajian ilmu Tasawwuf.
Zunnun mengetahui bahwa Ma’rifat yang dicapainya bukan
semata-mata hasil usahanya sebagai sufi, melaikan lebih
merupakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan bagi dirinya.
Ma’rifah tidak dapat diperoleh melalui pemikiran dan
penalaran akal, tetapi bergantung pada kehendak dan rahmat
Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan kepada Sufi yang
sanggup menerimanya.
Selanjutnya ketika mengungkapkan tokoh Zunnun Ensiklopedi
Islam menjelaskan bahwa Zunnun membagi Ma’rifat ke dalam
tiga tingkatan yaitu: Tingkat awam. Orang awam mengenal
dan mengetahui Tuhan melalui ucapan Syahadat. Tingkat
Ulama. Para Ulama, cerdik – pandai mengenal dan
mengetahui Tuhanberdasarkan logika dan penalaran akal.
Tingkat Sufi. Para Sufi mengetahui Tuhan melalui hati
sanubari. Ma’rifat yang sesungguhnya adalah Ma’rifat dalam
tingkatan Sufi, sedangkan Ma’rifat pada tingkat awam dan
tingkat ulama lebih tepat disebut ilmu. Zunnun membedakan
antara ilmu dan Ma’rifat.
Ciri-ciri orang ‘Arif atau orang yang telah sampai kepada
Ma’rifat adalah Cahaya Ma’rifatnya yang berupa ketaqwaan
tidak pernah padam dalam dirinya. Tidak meyakini hakikat
kebenaran suatu ilmu yang menghapuskan atau membatalkan
Zahirnya. Banyaknya nikmat yang dianugerahkan Tuhan
kepadanya tidak membuatnya lupa dan melanggar aturan
Tuhan. Dijelaskan bahwa akhlaq Sufi tidak ubahnya dengan
akhlaq Tuhan. Ia baik dan lemah lembut serta senantiasa
berusaha agar seluruh sikap dan perilakunya mencerminkan
sifat-sifat Tuhan.
Namun demikian untuk mencapai tingkat ini tidaklah mudah
meskipun selintas dapat dipahami bahwa Ma’rifat didapat
dengan ikhlas beribadah dan sungguh-sungguh mencintai dan
mengenal Tuhan, sehingga Allah SWT berkenan menyingkap
tabir dari pandangan Sufi untuk menerima cahaya yang
dipancarkan, yang pada akhirnya Sufi dapat melihat
keindahan dan keesaan-Nya. Jalan yang dilalui seorang Sufi
tidaklah mulus dan mudah. Sulit sekali untuk pindah dari satu
maqam ke maqam yang lain. Untuk itu seorang Sufi memang
harus melakukan usaha yang berat dan waktu yang panjang,
bahkan kadang-kadang ia masih harus tinggal bertahun-tahun
di satu maqam.
Dalam pada itu Ma’rifatpun harus dicapai melalui proses yang
terus-menerus. Semakin banyak seorang Sufi mencapai
Ma’rifat, semakin banyak yang diketahui tentang rahasia-
rahasia Tuhan, meskipun demikian tidak mungkin
Ma’rifatullah menjadi sempurna, karena manusia sungguh
amat terbatas, sementara Tuhan tidak terbatas. Karena itu al-
Junaid al-Baghdadi, seorang tokoh Sufi modern berkomentar
tentang keterbatasan manusia dengan mengatakan “Cangkir
teh takkan mungkin menampung semua air laut”. Paham
Ma’rifat Zunnun dapat diterima al-Ghazali sehingga paham ini
mendapat pengakuan Ahlussunah wal Jama’ah. Al-Ghazali
sebagai figur yang berpengaruh di kalangan Ahlussunah wal
Jama’ah diakui dapat menjadikan Tasawwuf diterima kaum
syari’at.
Sebelumnya para ulama memandang Tasawuf seperti yang
diajarkan al-Bustami (W. 261 H / 874 M) dan al-Hallaj (244 -
309 H / 858 – 922 M) khususnya menyimpang dengan paham
Hulul / Ittihad / penyatuan yang dalam pemahaman
“Kejawen” dikenal
dengan “Manunggaling Kawulo Gusti”
Ma’rifat menurut al-Ghazali adalah maqam kedekatan (qurb)
itu sendiri yakni maqam yang memiliki daya tarik dan yang
memberi pengaruh pada kalbu, yang lantas berpengaruh pada
seluruh aktivitas jasmani (jawarih). `Ilm (ilmu) tentang
sesuatu adalah seperti “melihat api” sebagai contoh,
sedangkan ma`rifat adalah “menghangatkan diri dengan api”.
Menurut bahasa, ma`rifat adalah pengetahuan yang tidak ada
lagi keraguan di dalamnya. Adapun menurut istilah yang
sering dipakai menunjukkan ilmu pengetahuan tentang apa
saja (nakirah). Menurut istilah Sufi, ma`rifat adalah
pengetahuan yang tidak ada lagi keraguan, apabila yang
berkaitan dengan objek pengetahuan itu adalah Dzat Allah
swt. dan Sifat-sifat-Nya. Jika ditanya, `Apa yang disebut
ma`rifat Dzat dan apa pula ma’rifat Sifat?” Maka dijawab
bahwa ma’rifat Dzat adalah mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah swt. adalah Wujud Yang Esa, Tunggal, Dzat dan
“sesuatu” Yang Mahaagung, Mandiri dengan Sendiri-Nya dan
tidak satu pun yang menyerupai-Nya. Sedangkan ma’rifat
Sifat adalah mengetahui sesungguhnya Allah swt. Maha
Hidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha Mendengar dan
Maha Melihat, dan seluruh Sifat-sifat Keparipurnaan lainnya.
Kalau ditanya, `Apa rahasia ma`ri fat?” Rahasia dan ruhnya
adalah tauhid. Yaitu, jika anda telah menyucikan sifat-sifat
Mahahidup, Ilm (Ilmu), Qudrah, Iradah, Sama ; Bashar dan
Kalam Allah dari segala keserupaan dengan sifat-sifat
makhluk [dengan penegasan bahwa tiada satu pun yang
menyamai-Nya]. Lalu, apa tanda-tanda ma`rifat? Tanda-
tandanya adalah hidupnya kalbu bersama Allah swt. Allah
swt. mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s., “Mengertikah
engkau, apakah ma’rifat-Ku itu?” Dawud menjawab,
“Tldak.”Allah berfirman, “Hidupnya kalbu dalam musyahadah
kepada-Ku. “ Kalau ditanya, “Tahap atau maqam manakah
yang dapat disahkan sebagai ma `rifat yang
hakiki?” [Jawabnya] adalah tahap musyahadah (penyaksian)
dan ru’yat (melihat) dengan sirr qalbu. Hamba melihat untuk
mencapai ma’rifat. Karena ma’rifat yang hakiki ada dalam
dimensi batin pada iradah, kemudian Allah swt.
menghilangkan sebagian tirai (hijab), lantas kepada mereka
diperlihatkan nur Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya dari balik hijab
itu agar mereka sampai pada ma’rifat kepada Allah swt. Hijab
itu tidak dibukakan seluruhnya, agar yang melihat-Nya tidak
terbakar.
Sang Sufi bersyair dengan ungkapan pencapaian pada tahap
spiritual tertentu :
Seandainya Aku tampak tanpa hijab, Pastilah seluruh makhluk
sempurna, Namun hijab itu amat halus, Agar merevitalisasi
kalbu para hamba yang `asyiq.
Ketahuilah, bahwa manifestasi (tajalli) keagungan melahirkan
rasa takut (khauf) dan keterpesonaan (haibah). Sedangkan
manifestasi keelokan (al-Hasan) dan Keindahan (al-Jamal)
melahirkan keasyikan. Sementara manifestasi Sifat-sifat Allah
melahirkan mahabbah. Dan manifestasi Dzat meniscayakan
lahirnya penegasan keesaan (tauhid).
Sebagian ahli ma’rifat berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun
yang mencari dunia, selain orang itu dibutakan kalbunya oleh
Allah, dan dibatalkan amalnya. Sesungguhnya Allah
menciptakan dunia sebagai kegelapan, dan menjadikan
matahari sebagai cahaya. Allah menjadikan kalbu juga gelap,
lalu dijadikan ma’rifat sebagai cahayanya. Apabila awan telah
tiba, cahaya matahari akan terhalang. Begitupun ketika
kecintaan dunia tiba, cahaya ma’rifat akan terhalang dari
kalbu.” Ada pula yang mengatakan, “Hakikat ma’rifat adalah
cahaya yang dikaruniakan didalam kalbu Mukmin, dan tiada
yang lebih mulia dalam khazanah kecuali ma’rifat.”
Sebagian Sufi berkata, “Matahari kalbu Sang `Arif lebih terang
dan bercahaya dibandingkan matahari di siang hari. Karena
matahari pada siang hari kemungkinan menjadi gelap karena
gerhana, sedangkan matahari kalbu tiada pernah mengalami
peristiwa gerhana (kusuf). Matahari siang tenggelam ketika
malam, namun tidak demikian pada matahari kalbu.” Mereka
mendendangkan syair: Matahari siang tenggelam di waktu
senja, matahari kalbu tiada pernah tenggelam. Siapa yang
mencintai Sang Kekasih, Kan terbang sayap rindunya
menemui Kekasihnya.
Dzun Nun berkata bahwa hakikat ma’rifat adalah penglihatan
al-Haq atas rahasia-rahasia relung kalbu melalui perantaraan
(muwashalah) Kilatan-kilatan lembut (latha’if) cahaya-
cahaya: Bagi orang `arifin, terdapat kalbu-kalbu yang
diperlihatkan Cahaya I1ahi dengan rahasia di atas rahasia
Yang terdapat dalam berbagai hijab Tu1i dari makhluk, buta
dari pandangan mereka Bisu dari berucap dalam klaim-klaim
dusta. Sebagian di antara mereka ditanyai, “Kapankah
seorang hamba mengetahui bahwa dia telah mencapai
ma’rifat yang hakiki?” Dijawab, “Tatkala dia mencapai
tahapan tidak menemukan dalam kalbunya sedikit pun ruang
bagi selain Tuhannya.”
Sebagian Sufi ada pula yang berkata, “Hakikat ma’rifat adalah
musyahadah kepada Yang Haq tanpa perantara, tanpa bisa
diungkapkan, tanpa ada keraguan (syubhah).” Seperti ketika
Amirul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. ditanya, “Wahai
Amirul-Mukminin, apakah yang anda sembah itu yang dapat
anda lihat atau tidak dapat anda lihat?” “Bukan begitu,
bahkan aku menyembah Yang aku lihat, bukan dengan
penglihatan mata, tetapi penglihatan kalbu,” jawab Ali.
Ja’far ash-Shadiq ditanya, “Apakah anda pernah melihat Allah
swt.?”
“Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak bisa kulihati”
Ditanyakan lagi,
“Bagaimana anda melihat-Nya, padahal Dia tidak dapat dilihat
mata?”
Ja’far menjawab, “Mata penglihatan fisik tidak bisa melihat-
Nya, tetapi mata batin (al-qulub) dapat melihat-Nya melalui
hakikat iman. Tidak diketahui melalui penginderaan dan tidak
pula dianalogikan dengan manusia.”
Sebagian `arifin ditanya seputar hakikat ma’rifat. Mereka
berkata, “Menyucikan sirr (rahasia) kalbu dari segala
kehendak ‘ dan meninggalkan kebiasaan sehari-hari,
tentramnya kalbu kepada Allah swt. tanpa ada ganjalan
(`alaqah), berhenti dari sikap berpaling dari Allah swt. dan
menuju selain Allah swt. Mustahil, ma’rifat kepada substansi
Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya, dan tidak akan diketahui siapa
Dia, kecuali melalui Dia sendiri, Yang Mahaluhur, Mahatinggi,
serta Kemuliaan hanya kepada Diri-Nya saja.”
Bashirah, Mukasyafah, Musyahadah dan Mu’ayanah Bashirah,
Mukasyafah, Musyahadah dan Mu`ayanah merupakan term-
term yang sinonim. Perbedaannya pada tataran makna
penjelasannya yang utuh, bukan pada tataran makna asalnya.
Kedudukan bashirah (mata batin) pada akal sama dengan
kedudukan cahaya mata (batin) pada mata penglihatan
(fisik). Kedudukan ma’rifat pada bashirah adalah seperti
kedudukan bola matahari yang berpijar pada cahaya mata,
sehingga dengan sinar itu, objek-objek yang jelas dan yang
tidak tampak dapat dikenali. Di dalam kehidupan (hayah) itu
sendiri, Tauhid dapat diketahui.Allah swt. berfirman:
“Bukankah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami
hidupkan?” (Q. s. al-An’am:122).
Sedangkan al-yaqin - ketahuilah-keyakinan (al-i`tiqad) dan
ilmu, apabila telah bersemayam dalam kalbu dan tidak ada
yang menjadi penghalang (ma’aridh) bagi masing-masing,
akan membuahkan ma`rifat dalam kalbu. Dan ma’rifat
tersebut dinamakan al-yaqin. Karena hakikat yakin adalah
kejernihan ilmu yang didapatkan (acquired) melalui perolehan
karunia (muktasab), sehingga menjadi seperti ilmu
aksiomatik, dan kalbu menyaksikan keseluruhan,
sebagaimana dikabarkan oleh syariat, baik dalarn persoalan
dunia maupun akhirat. Dikatakan, Air menjadi jelas ketika
bersih dari kekeruhannya.”
Ilham adalah pencapaian (hushul) ma’rifat tersebut tanpa
disertai sebab dan upaya, tetapi dengan ilham langsung dari
Allah swt. setelah kalbu menjadi jernih dari segala sikap
memandang baik (istihsan) dua jagad – jagad dunia maupun
akhirat. Sementara firasat adalah pengetahuan akan
perlambang dari Allah swt., antara Dia dan hamba-Nya, yang
memberi petunjuk pada segi esoterik (sisi paling dalam)
hukum-hukumNya. Firasat tidak akan hadir, kecuali pada
derajat taqarrub. Tetapi dia berada di bawah ilham. Karena
ilham tidak membutuhkan alamat-alamat. Namun firasat
membutuhkan alamat atau tanda perlambang, baik bersifat
umum maupun khusus.
Abu Said al Kharraz rahimahullah pernah ditanya tentang
ma’rifat. Lalu ia menjawab, “Ma’rifat itu datang lewat dua
sisi: Pertama, dari anugerah Kedermawanan Allah langsung,
dan kedua, dari mengerahkan segalakemampuan atau yang
lebih dikenal sebagai usaha (kasab) seorang hamba.”
Sementara itu Abu Turab an-Nakhsyabi rahimahullah
ditanya tentang sifat orang yang arif, lalu ia menjawab,
“Orang arif adalah orang yang tidak terkotori oleh apa saja,
sementara segala sesuatu akan menjadi jernih karenanya.”
Ahmad bin ‘Atha’ rahimahullah berkata, “Ma’rifat itu ada dua
: Ma’rifat al-Haq dan ma’rifat hakikat. Adapun ma’rifat al-Haq
adalah ma’rifat (mengetahui) Wahdaniyyah-Nya melalui
Nama-nama dan Sifat-sifat yang ditampakkan pada makhluk-
Nya. Sedangkan ma’rifat hakikat, tak ada jalan untuk menuju
ke sana. Sebab tidak memungkinkannya Sifat Shamadiyyah
(Keabadian dan Tempat ketergantungan makhluk)-Nya, dan
mengaktualisasikan Rububiyyah (Ketuhanan)-Nya. Karena
Allah telah berfirman: “Sedangkan ilmu mereka tidak dapat
meliputi (memahami secara detail) Ilmu-Nya”.(Q.s. Thaha:
110).
Syekh Abu Nashr as-Sarraj rahimahullah menjelaskan:
Makna ucapan Ahmad bin’Atha’, “Tak ada jalan menuju ke
sana,” yakni ma’rifat (mengetahui) secara hakiki. Sebab Allah
telah menampakkan Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya kepada
makhluk-Nya, dimana Dia tahu bahwa itulah kadar
kemampuan mereka. Sebab untuk tahu dan ma’rifat secara
hakiki tidak akan mampu dilakukan oleh makhluk. Bahkan
hanya sebesar atom pun dari ma’rifat-Nya tidak akan
sanggup dicapai oleh makhluk. Sebab alam dengan apa yang
ada di dalamnya akan lenyap ketika bagian terkecil dari awal
apa yang muncul dari Kekuasaan Keagungan-Nya. Lalu siapa
yang sanggup ma’rifat (mengetahui) Dzat Yang salah satu
dari Sifat-sifat-Nya sebagaimana itu? Oleh karenanya ada
orang berkata, “Tak ada selain Dia yang sanggup
mengetahui-Nya, dan tak ada yang sanggup mencintai-Nya
selain Dia sendiri. Sebab Kemahaagungan dan Keabadian
(ash-Shamadiyyah) tak mungkin dapat dipahami secara
detail. Allah swt. berfirman: “Dan mereka tidak mengetahui
apa apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya”.” (Q.s. al-Baqarah: 255).
Sejalan dengan makna ini, ada riwayat dari Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a. yang pernah berkata, “Mahasuci Dzat Yang tidak
membuka jalan untuk ma’rifat-Nya kecuali dengan
menjadikan seseorang tidak sanggup mengetahui-Nya.”
Asy-Syibli rahimahullah pernah ditanya, “Kapan seorang arif
berada dalam tempat al-Haq?”
Ia menjawab, “Tatkala Dzat Yang menyaksikan tampak, dan
bukti-bukti fenomena alam yang menjadi saksi telah
fana’ (sirna) indera dan perasaan pun menjadi hilang.” “Apa
awal dari masalah ini dan apa pula akhirnya?” Ia menjawab,
“Awalnya adalah ma’rifat dan ujungnya adalah mentauhidkan-
Nya.” Ia melanjutkan, “Salah satu dari tanda ma’rifat adalah
melihat dirinya berada dalam ‘Genggaman’ Dzat Yang
Mahaagung, dan segala perlakuan Kekuasaan Allah
berlangsung menguasai dirinya. Dan ciri lain dari ma’rifat
adalah rasa cinta (al-Mahabbah). Sebab orang yang ma’rifat
dengan-Nya tentu akan mencintai-Nya.”
Abu Nazid Thaifur bin Isa al-Bisthami rahimahullah pernah
ditanya tentang sifat orang arif, lalu ia menjawab, “Warna air
itu sangat dipengaruhi oleh warna tempat (wadah) yang
ditempatinya. Jika air itu anda tuangkan ke dalam tempat
yang berwarna putih maka anda akan menduganya berwarna
putih. Jika Anda tuangkan ke dalam tempat yang berwarna
hitam, maka Anda akan menduganya berwarna hitam. Dan
demikian pula jika Anda tuangkan ke dalam tempat yang
berwarna kuning dan merah, ia akan selalu diubah oleh
berbagai kondisi. Sementara itu yang mengendalikan berbagai
kondisi spiritual adalah Dzat Yang memiliki dan
menguasainya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj rahimahullah menjelaskannya:
Artinya, : hanya Allah Yang Mahatahu, bahwa kadar
kejernihan air itu akan sangat bergantung pada sifat dan
warna tempat (wadah) yang ditempatinya. Akan tetapi warna
benda yang ditempatinya tidak akan pernah berhasil
mengubah kejernihan dan kondisi asli air itu. Orang yang
melihatnya mungkin mengira, bahwa air itu berwarna putih
atau hitam, padahal air yang ada di dalam tempat tersebut
tetap satu makna yang sesuai dengan aslinya. Demikian pula
orang yang arif dan sifatnya ketika “bersama” Allah Azza wa
jalla dalam segala hal yang diubah oleh berbagai kondisi
spiritual, maka rahasia hati nuraninya “bersama” Allah adalah
dalam satu makna.
Al-junaid rahimahullah pernah ditanya tentang rasionalitas
orang-orang arif (al-’arifin). Kemudian ia menjawab, “Mereka
lenyap dari kungkungan sifat-sifat yang diberikan oleh orang-
orang yang memberi sifat.”
Sebagian dari para tokoh Sufi ditanya tentang ma’rifat. Lalu
ia menjawab, “Adalah kemampuan hati nurani untuk melihat
kelembutan-kelembutan apa yang diberitahukan-Nya, karena
ia telah menauhidkan-Nya.”
Al-Junaid rahimahullah ditanya, “Wahai Abu al-Qasim,
(nama lain dari panggilan al-junaid, pent.). apa kebutuhan
orang-orang arif kepada Allah?” Ia menjawab, “Kebutuhan
mereka kepada-Nya adalah perlindungan dan pemeliharaan-
Nya pada mereka.”
Muhammad bin al-Mufadhdhal as-Samarqandi rahimahullah
berkata, “Akan tetapi mereka tidak membutuhkan apa-apa
dan tidak ingin memilih apa pun. Sebab tanpa membutuhkan
dan memilih, mereka telah memperoleh apa yang semestinya
mereka peroleh. Karena apa yang bisa dilakukan orang-orang
arif adalah berkat Dzat Yang mewujudkan mereka, kekal dan
fananya juga berkat Dzat Yang mewujudkannya.”
Muhammad bin al-Mufadhdhal juga pernah ditanya, ” Apa
yang dibutuhkan orang-orang arif?” Ia menjawabnya, “Mereka
membutuhkan moral (akhlak) yang dengannya semua
kebaikan bisa sempurna, dan ketika moral tersebut hilang,
maka segala kejelekan akan menjadi jelek seluruhnya. Akhlak
itu adalah istiqamah.”
Yahya bin Mu’adz rahimahullah ditanya tentang sifat orang
arif, maka ia menjawab, “Ia bisa masuk di kalangan orang
banyak, namun ia terpisah dengan mereka.” Dalam
kesempatan lain ia ditanya lagi tentang orang yang arif, maka
ia menjawab, “Ialah seorang hamba yang ada (di tengah-
tengah orang banyak) lalu ia terpisah dengan
mereka.”
Abu al-Husain an-Nuri rahimahullah ditanya, “Bagaimana Dia
tidak bisa dipahami dengan akal, sementara Dia tidak dapat
diketahui kecuali dengan akal”
Ia menjawab, “Bagaimana sesuatu yang memiliki batas bisa
memahami Dzat yang tanpa batas, atau bagaimana sesuatu
yang memiliki kekurangan bisa memahami Dzat Yang tidak
memiliki kekurangan dan cacat sama sekali, atau bagaimana
seorang bisa membayangkan kondisi bagaimana terhadap
Dzat, Yang membuat kemampuan imajinasi itu sendiri, atau
bagaimana orang bisa menentukan ‘di mana’ terhadap Dzat
yang menentukan ruang dan tempat itu sendiri. Demikian pula
Yang menjadikan yang awal dan mengakhirkan yang terakhir,
sehingga Dia disebut Yang Pertama dan Terakhir. Andaikan
Dia tidak mengawalkan yang awal dan mengakhirkan yang
terakhir tentu tidak bisa diketahuimmana yang pertama dan
mana yang terakhir.”
Kemudian ia melanjutkannya, “Al-Azzaliyyah pada hakikatnya
hanyalah al-Abadiyyah (Keabadian), di mana antara keduanya
tidak ada pembatas apa pun. Sebagaimana Awwaliyyah
(awal) adalah juga Akhiriyyah (akhir) dan akhir adalah juga
awal.
Demikian pula lahir dan batin, hanya saja suatu saat Dia
menghilangkan Anda dan suatu saat menghadirkan Anda
dengan tujuan untuk memperbarui kelezatan dan melihat
penghambaan (‘ubudiyyah). Sebab orang yang mengetahui-
Nya melalui penciptaan makhluk-Nya, ia tidak akan
mengetahui-Nya secara langsung. Sebab penciptaan
makhluk-Nya berada dalam makna firman-Nya,
‘Kun’ (wujudlah). Sementara mengetahui secara langsung
adalah menampakkan kehormatan, dan sama sekali tidak ada
kerendahan.”
Saya (Syekh Abu Nashr as Sarrai) katakan: Makna dan
ucapan an-Nuri, “mengetahui-Nya secara langsung,” ialah
langsung dengan yakin dan kesaksian hati nurani akan
hakikat-hakikat keimanan tentang hal-hal yang gaib.
Syekh Abu Nashr as-Sarraj – rahimahullah – melanjutkan
penjelasannya: Makna dari apa yang diisyaratkan tersebut –
hanya Allah Yang Mahatahu – bahwa menentukan dengan
waktu dan perubahan itu tidak layak bagi Allah swt. Maka Dia
terhadap apa yang telah terjadi sama seperti pada apa yang
bakal terjadi. Pada apa yang telah Dia firmankan sama
seperti pada apa yang bakal Dia firmankan. Sesuatu yang
dekat menurut Dia sama seperti yang jauh, begitu sebaliknya,
sesuatu yang jauh sama seperti yang dekat. Sedangkan
perbedaan hanya akan terjadi bagi makhluk dari sudut
penciptaan dan corak dalam masalah dekat dan jauh, benci
dan senang (ridha), yang semua itu adalah sifat makhluk, dan
bukan salah satu dari Sifat-sifat al-Haq swt. – dan hanya
Allah Yang Mahatahu-.
Ahmad bin Atha’ rahimahullah pernah mengemukakan
sebuah ungkapan tentang ma’rifat. Dimana hal ini konon juga
diceritakan dari Abu Bakar al-Wasithi. Akan tetapi yang benar
adalah ungkapan Ahmad bin ‘Atha’, “Segala sesuatu yang
dianggap jelek itu akan menjadi jelek hanya karena tertutupi
hijab-Nya (tidak ada nilai-nilai Ketuhanan). Sedangkan segala
Sesuatu yang dianggap baik itu menjadi baik hanya karena
tersingkap (Tajalli)-Nya (terdapat nilai-nilai Ketuhanan).
Sebab keduanya merupakan sifat yang selalu berlaku
sepanjang masa, sebagaimana keduanya berlangsung sejak
azali. Dimana tampak dua ciri yang berbeda pada mereka
yang diterima dan mereka yang ditolak. Mereka yang
diterima, benar-benar tampak bukti-bukti Tajalli-Nya pada
mereka dengan sinar terangnya, sebagaimana tampak jelas
bukti bukti tertutup hijab-Nya pada mereka yang tertolak
dengan kegelapannya. Maka setelah itu, tidak ada
manfaatnya lagi warna-warna kuning, baju lengan pendek,
pakaian serba lengkap maupun pakaian-pakaian bertambal
(yang hanya merupakan simbolis semata, pent.).”
Saya katakan, bahwa apa yang dikemukakan oleh Ahmad bin
Atha’ maknanya mendekati dengan apa yang dikatakan oleh
Abu Sulaiman Abdurrahman bin Ahmad ad-Darani –
rahimahullah – dimana ia berkata, “Bukanlah perbuatan-
perbuatan (amal) seorang hamba itu yang menjadikan-Nya
senang (ridha) atau benci. Akan tetapi karena Dia ridha
kepada sekelompok kaum, kemudian Dia jadikan mereka
orang-orang yang berbuat dengan perbuatan (amal) orang-
orang yang diridhai-Nya. Demikian pula, karena Dia benci
pada sekelompok kaum, kemudian Dia jadikan mereka orang-
orang yang berbuat dengan perbuatan orang-orang yang
dibenci-Nya.”
Sedangkan makna ucapan Ahmad bin Atha’, “Segala sesuatu
yang dianggap jelek itu akan menjadi jelek hanya karena
tertutupi hijab-Nya.” Maksudnya adalah karena Dia berpaling
dari kejelekan tersebut. Sementara ucapannya yang
menyatakan, “Segala sesuatu yang dianggap baik itu menjadi
baik hanya karena tersingkap (Tajalli)-Nya.” Maksudnya
adalah karena Dia menyambut dan menerimanya. Makna
semua itu adalah sebagaimana yang diterangkan dalam
sebuah Hadits:
Dimana Rasulullah saw. pernah keluar, sementara di tangan
beliau ada dua buah Kitab : Satu kitab di tangan sebelah
kanan, dan satu Kitab yang lain di tangan sebelah kiri.
Kemudian beliau berkata, “Ini adalah Kitab catatan para
penghuni surga lengkap dengan nama-nama mereka dan
nama bapak-bapak mereka. Sementara yang ini adalah Kitab
catatan para penghuni neraka lengkap dengan nama-nama
mereka beserta nama bapak-bapak mereka.”(H.r. Tirmidzi
dari Abdullah bin Amr bin Ash. Hadist ini Hasan Shahih
Gharib. Juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dari Ibnu Umar).
Ketika Abu Bakar al-Wasithi – rahimahullah – mengenalkan
dirinya kepada kaum elite Sufi, maka ia berkata, “Diri (nafsu)
mereka (kaum arif telah sirna, sehingga tidak menyaksikan
kegelisahan dengan menyaksikan fenomena-fenomena alam
yang menjadi saksi Wujud-Nya al-Haq, sekalipun yang tampak
pada mereka hanya bukti-bukti kepentingan nafsu.”
Demikian juga orang yang memberikan sebuah komentar
tentang makna ini. Artinya – dan hanya Allah Yang Mahatahu
-, “Sesungguhnya orang yang menyaksikan bukti-bukti awal
pada apa yang telah ia ketahui, melalui apa yang dikenalkan
Tuhan Yang disembahnya, ia tidak menyaksikan kegelisahan
dengan hanya menyaksikan apa yang selain Allah (yakni
fenomena alam), dan juga tidak merasa senang dengan
mereka (makhluk).”


Bagaimana sudah jelas dan mengerti apa itu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat? Jika belum silahkan di baca - baca kembali sambil di pahami.
Mohon maaf karna keterbatasan waktu saya untuk menulis, awalnya mau sharing pengalaman dan sedikit pengetahuan saya. Tapi semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua (hasil copas, hanya copas saja, ingat: COPAS. Karna saya belum bisa menulis sebagus tulisan diatas ☝).

Pesan saya, untuk diri saya sendiri dan untuk kita semua,
"Jangan pernah berhenti untuk terus belajar"
Lanjutkan membaca »

Rabu, 14 Desember 2016

Pernahkah kamu merasakan rindu? "Ketika rasa rindu datang"



Menurut kamus besar bahasa indonesia / KBBI Rindu adalah perasaan dimana kita sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu atau bisa juga memiliki keinginan kuat untuk bertemu (eeeaaaa... 😍😘😱😂).

Rindu itu banyak macam dan jenis nya. Ada rindu pada seseorang, rindu pada masa depan atau mimpi-mimpi yang belum bisa kita raih, ada juga rindu kepada sesuatu hal yang kita tidak bisa jelaskan akan hal tersebut. (Alaaah apaan tuh? 😁).

  • Rindu pada seseorang
Terkadang kita merasa janggal dengan perasaan gelisah, bimbang, heran dan perasaan aneh lain nya muncul dalam benak kita. Ketika ada seseorang, mungkin mantan, teman, pacar, atau bahkan orang yang baru kita kenal. Tiba-tiba kita merasa sangat ingin bertemu dengan nya. Rasa selalu ingin bersama dan tidak ingin jauh darinya. Nah, itu berarti kamu sedang merasakan perasaan rindu tsb. Saya juga sering merasakan nya. Bahkan kadang tidak bisa tidur gara-gara kepikiran terus (hahaha malah curhat 😂).
Rasa rindu pada seseorang sangat dekat kaitannya dengan cinta. (kalau untuk kata yang saya garis bawahi ini,  saya belum mau bahas ya. Soal nya bakalan ribet urusan nya haha). Siapa pun bisa merasakan nya. Bisa anak kecil, remaja, dewasa, atau orang tua. Kakek nenek kalian juga bisa loh, jangan salah.. Dari hasil survei dan penelitian tentang perasaan rindu terhadap seseorang, orang tua menempati presentase terbanyak setelah remaja dan orang dewasa. Kamu ada di posisi mana?
Remaja? Dewasa? Atau orang tua? Atau jangan - jangan alien (hahahahaha 🙏🙌).

Kalau kita sedang merasakan perasaan rindu tersebut, biarkan lah perasaan itu mengalir, nikmati semua sensasi nya. Jangan pernah sia - siakan sesuatu yang indah yang telah Tuhan berikan kepada kita. Karna ada masa nya kita juga merasakan perasaan berbeda yang kurang indah.

  • Rindu pada impian / cita - cita / masa depan
Perasaan menakjubkan ketika kita merindukan impian yang telah lama kita gantung, cita - cita yang kita ukir sedari dulu, masa depan yang penuh harapan.
Apakah kalian seorang pemimpi? Rindu dengan impian kalian yang belum bisa tercapai? Jika jawaban nya ya. Kejarlah kawan. Kokohkan mental dan tekad mu.
Jangan pernah putus asa. 🙆🙅🙏

Curhat sedikit nih ya: Jujur, saya juga seorang pemimpi yang belum bisa meraih semua impian saya. Yang terkadang lelah dengan keadaan yang lama sekali berubah nya. Kesel 🙍, jengkel 😫, galau😧, pernah hampir putus asa😥, hilang semangat😩. Jika kalian juga pernah merasakan hal tersebut, itu semua adalah wajar. Karna dari hasil curhatan kawan - kawan saya di dunia nyata juga sama hal nya seperti itu. Pernah merasakan kegagalan, keputus asaan dll. 

Tapi itu lah hidup, tidak ada yang mulus dan lancar. Semua butuh proses. Apapun yang kita lakukan, yakin semua nya tidak ada yang sia - sia.
Yang terpenting kita tidak berhenti selama nya. Jika lelah, berhentilah sejenak, berpikir, renungi, dan mulai lah lagi. Lagi dan lagi terus seperti itu.
So, tetap semangat kawan. Esok lusa, kita pasti kebagian giliran nya 😎😆

  • Rindu pada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan
Perasaan rindu yang satu ini jarang orang yang mengalami nya. Tapi pasti ada yang pernah mengalami nya juga, seperti saya. (Hehehe😁).
Kalian pernah mengalami atau belum? Contoh: rindu pada perubahan terhadap diri sendiri (ingin menjadi lebih baik). Rindu terhadap suatu kejadian tertentu. Dan lain - lain. Pokok nya susah deh dijelasin nya. Orang judul nya saja rindu pada sesuatu yang tidak bisa di jelaskan (hehe).

Mungkin sekian dulu penjelasan dari saya, kurang dan lebih nya tolong di maklumi.
Dan ini ada sedikit kata - kata hasil karya saya sendiri.

Judulnya: "ALUNAN RINDU "

Sinar senja matahari berkejaran dari celaah-celah daun yang bertiup hening di udara. Hamparan ilalang bergejolak. Nyanyian alam berdengung syahdu, bersenandung burung-burung kecil Bersayap kuning keemasan. Bunga-bunga putih bak salju di musim gugur.
Pelangi menampakan diri diatas bukit, pasca gerimis di siang hari.
Maha suci Tuhan dengan segala ciptaanNya. Lukisan alam yang begitu indah terbentang luas di bumi ini.


- By; Ginar K.

Lanjutkan membaca »

Kamis, 08 Desember 2016

Base war musuh th8/th9 level nya lebih tinggi? Pake pasukan ini aja

Hai Clasher !!

Mau attack war? Tapi base lawan level nya lebih tinggi?
Nih saya kasih tips dan trick biar kamu bisa dapat tiga bintang.

Tips yang saya tulis ini untuk Th7, Th8, dan Th9.

Untuk th7:

- Pakai full Dragon
- Spel Petir 3x

Dragon atau naga adalah pasukan terbang yang memiliki damage persecond / DPS dan Hits poin yang tinggi. Jadi buat clasher yang army camp th7 nya sudah max semua (200 pasukan), buatlah pasukan naga 10 Ekor (full dragon).

Spel yang kita gunakan adalah light spel / spel petir 3 buah.
Cara menggunakan nya adalah dengan menumpahkannya di air defense punya lawan 3x berturut - turut.

Th7 memiliki tiga air defense. Jika satu air defense sudah kita lenyapkan, langkah selanjutnya adalah mengeluarkan pasukan naga di dekat air defense yang masih tersisa. Ingat, target kita adalah air defense. Jika air defense sudah lenyap semua, dijamin base lawan pasti rata dan hangus ditiup semburan api si Dragon.
Clan castle minta saja balon atau naga juga boleh. Langsung attack saja, tidak pake acara pancing cc war, okeey!?


Untuk Th8:

Pasukan utama dan spel yang kita gunakan adalah
 - Wizard
 - Valkrie
 - Golem & wall breaker
 - spel gempa 3x, Spel ungu / speed dan spel kuning / darah.

Pasukan tambahan / Clan castle kita harus minta spel gempa dan valkrie.

Jumlah pasukan yang kita buat, wizard 16, valkry 12, golem 1, wall breaker 4, sisa dua space lagi bisa buat archer atau barbarian juga boleh. Yang penting full.

Cara attack nya: 
Langsung aja, tidak usah pancing cc war
Pertama kita tumpahkan 4x spell coklat / spel gempa ke wall musuh untuk portal masuk pasukan kita menuju TH / town hell.
Kemudian keluarkan golem dan wall breaker untuk tameng dan menghancurkan tembok lawan. Keluarkan wizard untuk membersihkan luar base. Jika luar base sudah bersih, keluarkan valkrie agar langsung masuk ke arah dalam base lawan. Termasuk valkrie yang sudah kita minta di clan castle.
Selanjutnya tumpahkan spel darah di daerah pasukan dan kemudian spel speed di area pasukan, terutama valkrie.

Kalau wizard kalian sudah lvl. 5 pasti deh base musuh rata, walaupun valkrie dan golem masih level 1. Apalagi kalau lebih, pasti rata. Good luck clasher :)

Nih contoh, th8 saya pakai pasukan seperti diatas


Untuk th9:

Pasukan utama dan spell yang digunakan adalah:
Sama seperti th8 diatas yang saya sebutkan, hanya jumlahnya yang berbeda.

Buatlah valkry 14, wizard 16, wall breaker 5, golem 1, sisanya bisa archer atau barbarian.
Spel gempa 3x, spel darah 2x, spel speed 1x.

Pasukan tambahan / clan castle, mintalah golem dan spel gempa.
Tehnik attack nya sama seperti di atas. Langsung saja seperti diatas.
Di jamin rata deh.
Note: Jika valkrie sudah level 4, wizard lvl 6 pasti rata.

Ini contoh attack th9 saya



Sekian dulu tips dan trik nya, semoga bermanfaat buat para clasher yang mau attack war dan mendapatkan tiga bintang.

Jika ada pertanyaan seputar coc atau mau sharing2, boleh chat saya di samping kanan =>

So, good luck !!

Lanjutkan membaca »

Sabtu, 20 Desember 2014

Baca novel online 5cm




5cm,,,
Buku ini menceritakan tentang kisah 5 sahabat dan 2 cinta,,
5 sahabat yang selalu bersama dari mereka SMA hingga berlanjut ke perguruan tinggi.


Menurut saya ceritanya keren banget,
setelah membaca novel ini saya menjadi lebih termotivasi untuk meraih semua mimpi-mimpi yang selama ini belum bisa tercapai...

Dengan tekad dan keyakinan yang begitu besar,,, kita pasti bisa meraih semua mimpi-mimpi kita,
Mewujudkan nya menjadi sebuah kenyataan,,, itu pasti kawan bila kita yakin dan mau berusaha sekeras mungkin.

Dari pada panjang kali lebar gak habis-habis, mending langsung kita sikat aja yuk.
kalian bisa langsung baca  novelnya di bawah ini:



Selamat membaca .........
Lanjutkan membaca »

Ayo, Terus bergerak




Air jika dibiarkan terus menggenang tanpa aliran, lama-lama akan menjadi sarang penyakit. Demikian juga udara, jika dibiarkan berhenti, tak berhembus, akan menimbulkan kepengapan dan akhirnya merusak pernapasan.


Semua harus bergerak. Tidak boleh ada yang diam.


Adalah kenyataan bahwa segala ciptaan Allah selalu bergerak. Bumi, matahari, bulan, bintang, dan semua tata surya berotasi tiada henti. Sekali terhenti akan terjadi kerusakan dan bencana yang luar biasa. Bahkan makhluk-makhluk mikro seperti bakteri dan virus pun bergerak.



Hukum Tuhan yang terjadi pada alam raya itu sesungguhnya terjadi pada diri manusia. Secara fisik, jika manusia berhenti, diam, dan tidak melakukan aktifitas, maka dalam kurun waktu tertentu kesehatannya pasti akan terganggu.



Selain mudah lelah, berbagai penpyakit akan mulai berdatangan.
Demikian halnya dengan pikiran.
Seseorang yang membiarakan otaknya berhenti berpikir, maka dalam jangka waktu tertentu pikirannya akan terganggu. Sulit berpikir logis dan sistermatis. Berpikirnya meloncat loncat, sulit mengingat, dan mudah lupa. menurut penelitian ilmiah, orang yang kurang terbiasa menggunakan pikirannya, pada usia tuanya akan menjadi pikun.



Jika rumus pergerakan itu terjadi pada alam dan individu manusia, maka hal yang sama juga pasti berlaku pada sebuah masyarakat dan organisasi. Jangan sekali-kali berhenti, diam, atau stagnan. Karena diam itu berarti mati. Diam bisa membawa penyakit. Diam itu tidak sehat. Jangan takut perubahan, perbaikan, dan pembaruan. Sebab semua ciptaan-Nya ditakdirkan selalu bergerak dalam sebuah rotasi yang telah ditentukan.
Lanjutkan membaca »

Ada apa dengan cinta - Perempuan (atas nama cinta)



"PUISI RANGGA I"

Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta

Tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya..

Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja.
Lanjutkan membaca »